dr. Samuel Pola Karta Sembiring Dokter umum lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Menyelesaikan studi pendidikan dokter pada tahun 2015. Tertarik dengan ilmu kedokteran dan bidang IT. Pernah mengabdi di RSUD Arga Makmur Bengkulu Utara dan bekerja di RSU Martha Friska Medan. Saat ini penulis bertugas tetap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai dokter umum.

Kasus#1: Obat asma akibatkan jantung berdebar-debar?

1 min read

Pengobatan-Serangan-PenyakiTom, remaja berusia 18 tahun, menderita penyakit asma. Sejak 2 hari terakhir penyakit asma-nya kambuh. Tom tidak lagi mau mengonsumsi obat yang diresepkan dokternya, karena beranggapan obat resep dokternya tidak memberikan solusi atau tidak menyembuhkan penyakit asmanya. Kali ini dia mencoba obat asma yang diiklankan di televisi. namun ternyata setelah memakan obat asma tersebut jantungnya semakin cepat berdebar.

Ulasan:

Penderita asma mengalami bronkokonstriksi pada saluran nafasnya, yaitu penyempitan saluran nafas. Gejala yang timbul dari penyakit asma ini, sesak nafas dan berbunyi mengi setiap bernafas. Untuk itu, dibutuhkan obat yang mampu melonggarkan atau melebarkan saluran nafasnya. Dan yang dibutuhkan disini adalah obat yang berfungsi sebagai bronkodilator.

Pada saluran nafas manusia, terdapat reseptor B2 yang berperan atau membawa efek bronkodilatasi. Logikanya dalam kasus ini dibutuhkan obat yang berikatan dengan reseptor tersebut supaya memperlebar saluran nafas penderita asma. Jadi sangat baik bila obat dikonsumsi merupakan obat yang B2-adrenergik.

Pada jantung manusia, bisa ditemukan reseptor B1 yang peranannya bisa menyebabkan jantung berdebar-debar atau palpitasi. Jika reseptor ini diduduki oleh obat otomatis dampaknya bisa menyebabkan palpitasi. Obat-obat yang mampu berikatan dengan reseptor ini tentunya obat yang sifatnya B-adrenergik dan B1-adrenergik. Yang jelas B2-adrenergik tidak bisa (namun pada beberapa referensi menyebutkan hal ini bisa berbalik jika dosisnya tinggi).

Dulu, obat B-adrenergik non selektif sangat sering dipakai untuk pengobatan asma. Namun obat jenis ini berefek samping jantung berdebar-debar. Mengapa? Sebab obat B-adrenergik non selektif menduduki reseptor B2 di saluran nafas dan reseptor B1 di jantung. Tentu efek dari obat ini adalah bronkodilatasi pada saluran nafas dan palpitasi pada jantung. Ini yang menyebabkan Tom mengalami jantung berdebar-debar setelah memakan obat B-adrenergik non selektif. Dengan catatan dalam hal ini kita berasumsi bahwa Tom telah mengonsumsi obat B-adrenergik non selektif.

Contoh obat-obat yang kemungkinan dikonsumsi oleh Tom antara lain isoproterenol, fenilpropanolamin, fenileferin, efedrin dan lainnya. Obat-obat tersebutlah menduduki reseptor B1 dan B2 dalam tubuh. Palpitasi yang ditimbulkan dalam kasus ini lebih sering disebut efek samping karena efek utama yang diinginkan adalah efek bronkodilatasi pada saluran nafas bukan reaksi dari reseptor B1 yang ada di jantung. Untuk itu sangatlah baik bila obat B2-adrenergik selektif yang digunakan dalam pengobatan asma.

Obat-obat yang sudah disebutkan di atas sebenarnya hanya berfungsi untuk melebarkan atau melonggarkan saluran nafas dari si penderita, bukan menyembuhkan si penderita asma dari penyakitnya. Karena itu suatu saat atau dalam kondisi tertentu, penyakit asma juga akan kambuh.

Selain kasus di atas, ada kasus lain yang ada kaitannya dengan masalah di atas.

Andi, 25 tahun, datang ke dokter karena mengalami keluhan. Sejak dua hari yang lalu Andi merasakan bahwa jantungnya berdebar-debar sesudah memakan obat flu. Hal ini dialaminya sesudah penyakit flu-nya menghilang. Setelah diukur, ternyata denyut jantung Andi mencapai 125 kali per menit.

Untuk kasus ini pembahasannya tidak jauh dari kasus yang pertama. Jantung Andi berdebar cepat dikarenakan obat yang dikonsumsinya menduduki reseptor B1 di jantung.

Lalu apa kaitannya dengan obat flu? Ada beberapa obat nasal decongestant seperti fenilpropanolamin dan efedrin (ada juga contoh lainnya) yang sifatnya B-simpatomimetik.

Untuk obat fenilpropanolamin kini sudah ditarik dari peredaran.

Referensi:

-Farmakologi dan Terapi Edisi 5, FKUI.

Kata kunci yang merujuk pada halaman ini:
kasus efek samping obat, kasus obat adrenergik

dr. Samuel Pola Karta Sembiring Dokter umum lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Menyelesaikan studi pendidikan dokter pada tahun 2015. Tertarik dengan ilmu kedokteran dan bidang IT. Pernah mengabdi di RSUD Arga Makmur Bengkulu Utara dan bekerja di RSU Martha Friska Medan. Saat ini penulis bertugas tetap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai dokter umum.

Kasus#2: Galaktosemia

Erin Galway adalah seorang bayi perempuan berusia 3 minggu yang mulai muntah-muntah 3 hari setelah lahir, biasanya dalam 30 menit setelah menyusu. Pada waktu...
dr. Samuel Pola Karta Sembiring
1 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar anda diproses.